Selasa, 21 September 2010

Memajukan Iptek Berlandaskan Imtaq

Perkembangan teknologi yang muncul saat ini merupakan hasil perkembangan ilmu pengetahuan. Berkat teknologi, segala kebutuhan manusia dapat dipenuhi dengan mudah dan sekejap. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi memang berdampak positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat. Tapi di sisi lain, tak jarang iptek berdampak negatif karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh peradaban Barat satu abad terakhir ini, mencegangkan banyak orang di pelbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan Iptek modern tersebut membuat banyak orang lalu mengagumi dan meniru-niru gaya hidup peradaban Barat tanpa dibarengi sikap kritis terhadap segala dampak negatif dan krisis multidimensional yang diakibatkannya. Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk ditengok kembali. Bagaimana agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin dengan mengintegrasikan antara iman dan taqwa (imtaq) dengan ilmu pengetahuan dan teknoogi (iptek)? Dapatkah kita sebagai umat muslim yang rahmatan lil alamin mampu memajukan iptek dengan berlandaskan imtaq?

Perkembangan teknologi yang muncul saat ini merupakan hasil perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan iptek saat ini meliputi berbagai bidang diantaranya meliputi bidang komunikasi, kesehatan, transportasi dan bidang-bidang lainnya yang semakin kompleks. Bidang transportasi misalnya, jika sebelumnya seseorang harus menempuh waktu berbulan-bulan untuk menuju Mekkah, sekarang hanya membutuhkan waktu beberapa jam saja dengan memanfaatkan pesawat terbang. Contoh lainnya adalah internet. Melalui internet, manusia dapat berkomunikasi antara satu dengan lainnya walaupun berada di belahan dunia lain. Selain itu, kita dapat mengakses berbagai informasi dengan mudah dan cepat tanpa harus bersusah payah mencarinya di perpustakaan, cukup memasukkan kata kunci ke dalam search engine, dalam sekejap kita akan memperoleh banyak informasi. Berkat teknologi, segala kebutuhan manusia dapat dipenuhi dengan mudah dan sekejap. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu sisi memang berdampak positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai sarana modern industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti amat bermanfaat. Dengan ditemukannya mesin jahit, dalam 1 menit bisa dilakukan sekitar 7000 tusukan jarum jahit. Bandingkan kalau kita menjahit dengan tangan, hanya bisa 23 tusukan per menit (Qardhawi, 1997). Dahulu Ratu Isabella (Italia) di abad XVI perlu waktu 5 bulan dengan sarana komunikasi tradisional untuk memperoleh kabar penemuan benua Amerika oleh Columbus (?). Lalu di abad XIX Orang Eropa perlu 2 minggu untuk memperoleh berita pembunuhan Presiden Abraham Lincoln. Tapi pada 1969, dengan sarana komunikasi canggih, dunia hanya perlu waktu 1,3 detik untuk mengetahui kabar pendaratan Neil Amstrong di bulan (Winarno, 2004). Dulu orang naik haji dengan kapal laut bisa memakan waktu 17-20 hari untuk sampai ke Jeddah. Sekarang dengan naik pesawat terbang, kita hanya perlu 12 jam saja. Subhanallah…
Tapi di sisi lain, tak jarang iptek berdampak negatif karena merugikan dan membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Pada tahun 1995, Elizabetta, seorang bayi Italia, lahir dari rahim bibinya setelah dua tahun ibunya (bernama Luigi) meninggal. Ovum dan sperma orang tuanya yang asli, ternyata telah disimpan di “bank” dan kemudian baru dititipkan pada bibinya, Elenna adik Luigi (Kompas, 16/01/1995). Bayi tabung di Barat bisa berjalan walau pun asal usul sperma dan ovumnya bukan dari suami isteri (Hadipermono, 1995). Bioteknologi dapat digunakan untuk mengubah mikroorganisme yang sudah berbahaya, menjadi lebih berbahaya, misalnya mengubah sifat genetik virus influenza hingga mampu membunuh manusia dalam beberapa menit saja (Bakry, 1996). Kloning hewan rintisan Ian Willmut yang sukses menghasilkan domba kloning bernama Dolly, akhir-akhir ini diterapkan pada manusia (human cloning). Lingkungan hidup seperti laut, atjosfer udara, dan hutan juga tak sedikit mengalami kerusakan dan pencemaran yang sangat parah dan berbahaya. Beberapa varian tanaman pangan hasil rekayasa genetika juga diindikasikan berbahaya bagi kesehatan manusia. Tak sedikit yang memanfaatkan teknologi internet sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime) dan untuk mengakses pornografi, kekerasan, dan perjudian.
Kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh peradaban Barat satu abad terakhir ini, mencegangkan banyak orang di pelbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan Iptek modern tersebut membuat banyak orang lalu mengagumi dan meniru-niru gaya hidup peradaban Barat tanpa dibarengi sikap kritis terhadap segala dampak negatif dan krisis multidimensional yang diakibatkannya.
Peradaban Barat moderen dan postmodern saat ini memang memperlihatkan kemajuan dan kebaikan kesejahteraan material yang seolah menjanjikan kebahagian hidup bagi umat manusia. Namun karena kemajuan tersebut tidak seimbang, pincang, lebih mementingkan kesejahteraan material bagi sebagian individu dan sekelompok tertentu negara-negara maju (kelompok G-8) saja dengan mengabaikan, bahkan menindas hak-hak dan merampas kekayaan alam negara lain dan orang lain yang lebih lemah kekuatan iptek, ekonomi dan militernya, maka kemajuan di Barat melahirkan penderitaan kolonialisme-imperialisme (penjajahan) di Dunia Timur & Selatan.
Kemajuan Iptek di Barat, yang didominasi oleh pandangan dunia dan paradigma sains (Iptek) yang positivistik-empirik sebagai anak kandung filsafat-ideologi materialisme-sekuler, pada akhirnya juga telah melahirkan penderitaan dan ketidakbahagiaan psikologis/ruhaniah pada banyak manusia baik di Barat maupun di Timur.
Seiring berkembangnya teknologi komunikasi saat ini, maka berbagai pengaruh luar seperti cara pandang, budaya dan ideologipun dapat dengan mudah menyebar khususnya cara pandang sekuler. Hal tersebut terlihat dari mulai berubahnya cara pandang orang terhadap agama. Agama hanya dipandang sebagai aktivitas ritual tanpa implementasi. Kebanyakan orang menilai sesuatu yang baik berdasarkan materi yang dimilikinya. Dalam kasus penutupan situs porno misalnya, masih banyak pemilik warnet yang menentang penggunaan software antiporno karena khawatir penghasilannya berkurang. Kenyataan tersebut memperlihatkan bahwa pemilik warnet menganggap materi adalah segala-galanya. Mereka tidak memikirkan efek situs porno bagi ‘penikmatnya’. Tidak hanya itu, mereka juga tidak merasa terbebani secara moral akan uang haram yang diperolehnya karena agama hanya dipandang sebagai aktivitas ritual.
Penggunaan teknologi tanpa dilandasi agama hanya akan membawa kemudharatan. Pengguna situs porno misalnya, tidak akan memperoleh manfaat dari aktivitas yang dilakukannya. Mereka akan terpengaruh tontonan tersebut, dan berkeinginan untuk menirunya. Seperti yang sering kita temui dalam berita kriminal, banyak kasus perkosaan yang diawali oleh film porno. Bila hal ini terus berlanjut, berapa banyak generasi Indonesia yang rusak akibat situs porno dan perkosaan?
Krisis multidimensional terjadi akibat perkembangan Iptek yang lepas dari kendali nilai-nilai moral Ketuhanan dan agama. Krisis ekologis, misalnya: berbagai bencana alam: Tsunami, gempa dan kacaunya iklim dan cuaca dunia akibat pemanasan global yang disebabkan tingginya polusi industri di negara-negara maju; Kehancuran ekosistem laut dan keracunan pada penduduk pantai akibat polusi yang diihasilkan oleh pertambangan mineral emas, perak dan tembaga, seperti yang terjadi di Buyat, Sulawesi Utara dan di Freeport Papua, Minamata Jepang. Kebocoran reaktor Nuklir di Chernobil, Rusia, dan di India, dll. Krisis Ekonomi dan politik yang terjadi di banyak negara berkembang dan negara miskin, terjadi akibat ketidakadilan dan ’penjajahan’ (neo-imperialisme) oleh negara-negara maju yang menguasai perekonomian dunia dan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Islam sebagai agama yang tawazun, tidak melarang manusia memanfatkan berbagai macam teknologi saat ini. Karunia Allah yang tak terhitung banyaknya justru harus dimanfaatkan sebagi wujud syukur kita kepadaNya. Bumi dan seluruh isinya masih menjadi misteri, masih banyak hal-hal yang belum kita ketahui. Oleh karena itu, sebagai khalifah manusia perlu mengungkap seluruh nikmat Allah yang masih tersembunyi dengan Ilmu pengetahuan sebagai wujud syukur manusia kepada-Nya. Ilmu pengetahuan tersebut dikembangkan menjadi teknologi yang mampu mempermudah hidup manusia. Tidaklah heran bila Islam mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu, bahkan Allah akan memberikan karunia yang melimpah bagi orang tersebut. Allah berfirman;
“….Allah akan mengangkat derajat orang-orang beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu di antara kamu beberapa derajat. Dan Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Mujadilah: 11)
Tidak hanya itu, dalam surah Al-Alaq: 1, Allah berfirman:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.”
Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam, karena iqra` haruslah dengan bismi rabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas Aqidah Islam. Kedua ayat tersebut mengindikasikan sebuah paradigma bahwa Islam sejalan dengan ilmu pengetahuan. Agama dan ilmu pengetahuan merupakan suatu sistem yang saling melengkapi.
Akhlak yang baik muncul dari keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT Sumber segala Kebaikan, Keindahan dan Kemuliaan. Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT hanya akan muncul bila diawali dengan pemahaman ilmu pengetahuan dan pengenalan terhadap Tuhan Allah SWT dan terhadap alam semesta sebagai tajaliyat (manifestasi) sifat-sifat KeMahaMuliaan, Kekuasaan dan Keagungan-Nya. Islam, sebagai agama penyempurna dan paripurna bagi kemanusiaan, sangat mendorong dan mementingkan umatnya untuk mempelajari, mengamati, memahami dan merenungkan segala kejadian di alam semesta. Dengan kata lain Islam sangat mementingkan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berbeda dengan pandangan dunia Barat yang melandasi pengembangan Ipteknya hanya untuk kepentingan duniawi yang ’matre’ dan sekular, maka Islam mementingkan pengembangan dan penguasaan Iptek untuk menjadi sarana ibadah-pengabdian Muslim kepada Allah SWT dan mengembang amanat Khalifatullah (wakil/mandataris Allah) di muka bumi untuk berkhidmat kepada kemanusiaan dan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan lil ’Alamin). Ada lebih dari 800 ayat dalam Al-Qur’an yang mementingkan proses perenungan, pemikiran dan pengamatan terhadap berbagai gejala alam, untuk ditafakuri dan menjadi bahan dzikir (ingat) kepada Allah. Yang paling terkenal adalah ayat:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
(QS Ali Imron [3] : 190-191)
“Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Mujadillah [58] : 11 )
Bagi umat Islam, kedua-duanya adalah merupakan ayat-ayat (atau tanda-tanda/sinyal) KeMahaKuasaan dan Keagungan Allah SWT. Ayat tanziliyah/naqliyah (yang diturunkan atau transmited knowledge), seperti kitab-kitab suci dan ajaran para Rasulullah (Taurat, Zabur, Injil dan Al Qur’an), maupun ayat-ayat kauniyah (fenomena, prinsip-prinsip dan hukum alam), keduanya bila dibaca, dipelajari, diamati dan direnungkan, melalui mata, telinga dan hati (qalbu + akal) akan semakin mempertebal pengetahuan, pengenalan, keyakinan dan keimanan kita kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, Wujud yang wajib, Sumber segala sesuatu dan segala eksistensi). Jadi agama dan ilmu pengetahuan, dalam Islam tidak terlepas satu sama lain. Agama dan ilmu pengetahuan adalah dua sisi koin dari satu mata uang koin yang sama. Keduanya saling membutuhkan, saling menjelaskan dan saling memperkuat secara sinergis, holistik dan integratif.
Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk ditengok kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin dengan mengintegrasikan antara iman dan taqwa (imtaq) dengan ilmu pengetahuan dan teknoogi (iptek)? Dapatkah kita sebagai umat muslim yang rahmatan lil alamin mampu memajukan iptek dengan berlandaskan imtaq?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar